Ini adalah kisah tentang seseorang yang menginginkan
keberadaan. Ya, kisah ini sama seperti kisah seekor katak, katak dalam
tempurung. Ini bukan seperti sebuah tempurung pelindung milik kura-kura, bukan
juga tempurung baja, ini hanyalah tempurung kelapa tua. Tempurung keras, sempit
tak berongga. Disanalah seekor katak berada, terbelenggu, sendiri tak berdaya.
Kini dia bosan, ia meronta, berusaha sekuat tenaga keluar
dari derita. Ia terluka, karna orang-orang berkata, “apalah daya, kau hanyalah
seekor katak dalam tempurung, ilmumu, dirimu hanya sebatas kau menungging”.
Katak tak mengerti, “kenapa ruangku dibatasi? tak hanya
diriku yang terpenjara, tapi jiwaku juga ikut terpenjara.”
Berkat kegigihannya akhirnya ia dapat keluar dari derita,
tempurung kelapa tua ia tendang dengan murkanya. Ya, kini dia terbebas,
terbebas dari belenggu yang selalu menutupi langkah-langkahnya.
Ditepian sungai si katak sendiri, mendengarkan lagu
kanak-kanak yang berasal dari sekolah di seberang sana, lagu yang mendendangkan
tentang dirinya. “Kodok ngorek kodok ngorek, ngorek ning pinggir kali, teot
teblung teot teblung teot teot teblung, bocah pinter bocah pinter, besok dadi
dokter, numpak kapal numpak kapal, kapal helicopter. Kodok ngorek kodok ngorek, ngorek dipinggir sungai, teot teblung teot
teblung teot teot teblung, anak pintar anak pintar, nanti jadi dokter, naik
kapal naik kapal, kapal helicopter.”
Seketika terlintas di benak si katak, kini ia punya cita-cita
dan ingin meraihnya, tapi apa hendak dikata, orang-orang berceloteh “hahaha,
katak hendak jadi lembu. Kodok tetaplah kodok, jangan kau bermimpi terlalu
tinggi. Kau membutuhkan dunia tapi dunia tak membutuhkanmu”. Katak dengan tegas
berkata “Tidak…! Kami serupa tapi tak sama, Aku adalah katak, bukan seekor
kodok yang hanya bisa teKO ndoDOK (datang jongkok) dengan tangan menengadah,
aku adalah seekor katak pemanggil hujan dan akan menghujani dunia dengan
tangisanmu”.
Katak pergi dengan tak mengerti, apakah orang yang terhina
akan selalu terhina, apakah orang tertindas harus selalu tertindas, apakah tak
ada kesempatan untuk mereka yang salah untuk mencoba menjadi benar. Entahlah, tak
ada yang mengerti, bahkan teori roda kehidupan yang berputarpun hanyalah
sekedar teori tanpa realita, opini tanpa fakta. Orang-orang yang tergilas akan
tetap tergilas, meskipun bisa bergerak, mereka hanya bisa terseret
tertatih-tatih.
“Jika dunia memang seperti ini, aku ingin kembali terpenjara
dalam tempurung lagi,” kata sang katak. Saat sang katak sedang merenungi nasibnya
yang berserakan, terdengarlah lantunan lagu Ebiet G Ade “kembali dari keterasingan ke bumi berada ternyata lebih menyakitkan
dari derita panjang…..”. Katak menangis di tepian sungai, hujanpun turun
dengan lebatnya, sang katak ingin kembali lagi berlindung dibawah tempurungnya,
tapi apalah daya, kini katak tak lagi bertempurung.
Aer Enau
Singaradja, September
2013.
*Terinspirasi dari
Peribahasa “Bagai Katak dalam Tempurung”.
No comments:
Post a Comment
Pembaca yang baik selalu meninggalkan komentar. Terimakasih atas saran dan kritik anda.