Tuesday, September 3, 2013

Katak Tak Bertempurung


Ini adalah kisah tentang seseorang yang menginginkan keberadaan. Ya, kisah ini sama seperti kisah seekor katak, katak dalam tempurung. Ini bukan seperti sebuah tempurung pelindung milik kura-kura, bukan juga tempurung baja, ini hanyalah tempurung kelapa tua. Tempurung keras, sempit tak berongga. Disanalah seekor katak berada, terbelenggu, sendiri tak berdaya.


Kini dia bosan, ia meronta, berusaha sekuat tenaga keluar dari derita. Ia terluka, karna orang-orang berkata, “apalah daya, kau hanyalah seekor katak dalam tempurung, ilmumu, dirimu hanya sebatas kau menungging”.
Katak tak mengerti, “kenapa ruangku dibatasi? tak hanya diriku yang terpenjara, tapi jiwaku juga ikut terpenjara.”

Berkat kegigihannya akhirnya ia dapat keluar dari derita, tempurung kelapa tua ia tendang dengan murkanya. Ya, kini dia terbebas, terbebas dari belenggu yang selalu menutupi langkah-langkahnya.

Ditepian sungai si katak sendiri, mendengarkan lagu kanak-kanak yang berasal dari sekolah di seberang sana, lagu yang mendendangkan tentang dirinya. “Kodok ngorek kodok ngorek, ngorek ning pinggir kali, teot teblung teot teblung teot teot teblung, bocah pinter bocah pinter, besok dadi dokter, numpak kapal numpak kapal, kapal helicopter. Kodok ngorek kodok ngorek, ngorek dipinggir sungai, teot teblung teot teblung teot teot teblung, anak pintar anak pintar, nanti jadi dokter, naik kapal naik kapal, kapal helicopter.

Seketika terlintas di benak si katak, kini ia punya cita-cita dan ingin meraihnya, tapi apa hendak dikata, orang-orang berceloteh “hahaha, katak hendak jadi lembu. Kodok tetaplah kodok, jangan kau bermimpi terlalu tinggi. Kau membutuhkan dunia tapi dunia tak membutuhkanmu”. Katak dengan tegas berkata “Tidak…! Kami serupa tapi tak sama, Aku adalah katak, bukan seekor kodok yang hanya bisa teKO ndoDOK (datang jongkok) dengan tangan menengadah, aku adalah seekor katak pemanggil hujan dan akan menghujani dunia dengan tangisanmu”.

Katak pergi dengan tak mengerti, apakah orang yang terhina akan selalu terhina, apakah orang tertindas harus selalu tertindas, apakah tak ada kesempatan untuk mereka yang salah untuk mencoba menjadi benar. Entahlah, tak ada yang mengerti, bahkan teori roda kehidupan yang berputarpun hanyalah sekedar teori tanpa realita, opini tanpa fakta. Orang-orang yang tergilas akan tetap tergilas, meskipun bisa bergerak, mereka hanya bisa terseret tertatih-tatih.

“Jika dunia memang seperti ini, aku ingin kembali terpenjara dalam tempurung lagi,” kata sang katak. Saat sang katak sedang merenungi nasibnya yang berserakan, terdengarlah lantunan lagu Ebiet G Ade “kembali dari keterasingan ke bumi berada ternyata lebih menyakitkan dari derita panjang…..”. Katak menangis di tepian sungai, hujanpun turun dengan lebatnya, sang katak ingin kembali lagi berlindung dibawah tempurungnya, tapi apalah daya, kini katak tak lagi bertempurung.

Aer Enau
Singaradja, September 2013.

*Terinspirasi dari Peribahasa “Bagai Katak dalam Tempurung”.

No comments:

Post a Comment

Pembaca yang baik selalu meninggalkan komentar. Terimakasih atas saran dan kritik anda.