Sunday, August 11, 2013

Masa Kecil Tak Terlupakan

-Masa Kecil Tak Terlupakan-
Nira Prakasita, 2010


Matahari baru saja terbangun dari tidur malam yang panjang, langit telah membiru dihiasi asap putih tebal yang keluar dari cerobong asap pabrik milik perkebunan. Sebuah nuansa yang aman, damai dan tentram ini selalu menghiasi perkebunan songgon tercinta, sebuah tanah kelahiran abadi bagiku, terletak di kaki gunung raung membiru, yang menyimpan sejuta pesona.


Dihari minggu yang cerah ini, aku, yusuf dan rohmat akan pergi ke balai desa, seperti biasa, setiap hari minggu kami selalu menonton televisi di balai desa, karena, di perkebunan ini yang memiliki televisi hanya pak kades, dan agar warga lain bisa menonton televisi, maka televisi tersebut disimpan dibalai desa,.
“Hei, kawan, apa kita nanti jadi ke balai desa.?” Tanya yusuf
“ya jadi lah.! Ini kan hari libur, jadi waktunya kita senang senang.!” Jawab Rohmat
“kalau begitu ayo kita segera ke balai desa,! TVRI kita pasti sudah menunggu…!” kata yusuf.
“lho, di,! Kenapa kamu diam saja dan gak bersemangat begitu,? Ada apa.? Kamu gak ingin nonton tv ya.? Tanya Rohmat pada ku
“aku gak apa apa kok.! Bukannya aku tak mau, tapi, aku ingin membantu nenekku mencari kayu bakar buat dijual ke pasar seragi besok pagi.!” Jawab ku.
“oalah wakidi, wakidi.! sudahlah. Nanti kami bantu kamu kok.! Lagipula kan kita cuma mau lihat berita di TVRI saja,! Itu pun juga tidak lama.! Iya kan.?” Kata Rohmat
“baiklah aku ikut, televisi kan sumber informasi,! Rugi juga aku nanti kalau tidak nonton,! Pasti kalian nanti minta dijelaskan kalau kalian tidak paham dengan apa yang di tayangkan di televisi nanti,!” kata ku meledek
“ha..ha..ha..! kamu tahu saja di,,! Aku kan seperti itu Cuma ingin nge’tes kamu saja..!” kata yusuf sambil tertawa
“sudah sudah jangan bertengkar,! Ayo kita segera ke balai desa.! Nanti keburu siang!” kata Rohmat
Tak lama kemudian kami pun sampai di balai desa, dan langsung menyalakan televisi hitam putih yang berada di ruang tengah balai desa. Setelah beberapa lama kami nonton tv, kamipun segera ke hutan dekat perkebunan untuk mencari kayu bakar,! Dan di hutan sudah menunggu nenekku yang sejak tadi sudah memulai mencari kayu bakar, aku, yusuf dan rohmat segera membantu mencari kayu bakar, dan segera mengikat kayu kayu tersebut menjadi 4 ikat. Kami pun pulang, dengan masing masing membawa 1 ikatan kayu
“nek, aku bawakan kayunya ya nek,! Nenek pasti capek bawa kayu seberat itu.!” Kata yusuf
“ala suf,suf,! Pasti kamu juga gak akan kuat bawa 2 ikat kayu, wong 1 ikat saja kamu sudah keberatan,! “Jawab nenek
“gak kok nek, saya kuat kok,! Ayolah nek, saya pingin bantu, kan nenek sendiri yang bilang, kalau kita harus saling membantu.!” Kata yusuf memaksa
“haha, pasti nanti kalau yusuf kelelahan bawa kayunya, pasti kayunya ditinggal di tengah jalan seperti biasanya,!” celetuk ku
“iya, betul, yusuf kan orangnya tidak pernah bertanggung jawab, dulu saja pernah, sepedah unta nya si sajidin ditinggal kan yusuf di tengah perkebunan kopi, gara gara bannya bocor, untungnya sajidin anaknya baik hati, jadi dia tidak marah walaupun saat malam malam dia harus ngambil sepedanya sendirian di kebun kopi, dasar kamu itu suf suf, anak nakal,! Hahaha!” kata rohmat
“ye,! Itu kan dulu,! Dulu aku memang nakal, tapi sekarang aku dah tobat lo,!” jawab yusuf
“ya sudah, sudah! Ini kayunya,! Kata nenek sambil memberikan ikatan kayu itu pada yusuf
Benar saja dugaan kami, karena terlalu banyak membawa kayu, si yusuf berjalan paling belakang, dengan keberatan membawa 2 ikat kayu. Akhirnya kayu kayu tersebut ditinggalkan begitu saja di tengah perjalanan tadi, jelas saja nenekku marah marah sama yusuf, aku dan rohmat hanya tersenyum kecil melihat tingkah yusuf.
******

Malam pun berlalu, pagi baru pun datang diiringi suara lonceng, pertanda jam 3 pagi. Aku pun segera bangun dan membantu ibuku memasak di dapur, walaupun aku anak laki laki, tapi aku sudah biasa membantu ibu memasak,mencuci baju, menyapu rumah, dan pekerjaan lainnya. Setelah selesai membantu ibuku, aku dan anak anak songgon lainya bersama sama berangkat kesekolah, sekolah kami berada di desa seragi, dan perjalan ke sekolah kami juga cukup jauh, kira kira 8 km, dan hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki, dan kami juga harus menyeberangi sungai bila jembatan roboh, kadang kaki kami penuh pacet saat melewati hutan, tapi kami sudah terbiasa dengan keadaan itu, bahkan jika hujan deras, hanya aku sendirian anak dari songgon yang berangkat kesekolah sendirian, karena kalau sungai banjir, sangat berbahaya bila sampai jatuh kesungai, dan disamping sungai itu ada sebuah kuburan kuno yang katanya angker, jadi anak anak takut sekali bila cuaca mendung, sebab tempat itu menjadi gelap.
Setelah lama berjalan akhirnya kami pun sampai disekolahan, disekolahku ini, 85% siswanya adalah anak songgon, karena sekolah ini adalah seklah terdekat bagi anak songgon. Loncengpun berbunyi, kami pun segera masukke dalam kelas, dan menerima pelajaran dari bapak ibu guru kami.
Setelah pelajaran berakhir aku, yusuf, dan rohmat diajak nopi bermain dipasar, dipasar itu ramai sekali, banyak ibu ibu yang menggendong anaknya sambil membawa keranjang belanja, di kanan kiri banyak sekali penjual ikan dan sayuran. Mata kami berempat tertuju pada warung penjual makanan, terdengar suara pembeli yang berdebat dengan si penjual, kami pun menguping. Maklumlah kami kan masih anak smp, jadi selalu ingin tahu.
“bu, saya itu mau beli serebong.!” Kata si pembeli
“di sini itu gak jual serebong pak.!” Kata si penjual
“lho, ada bu, tadi saya lihat anak tadi beli serebong disini” kata si pembeli
“wah, bapak ini susah ya di kasih tahu, saya ini tidak jual serebong pak, serebong itu apa.? Saya saja tidak pernah dengar.! Kata si penjual dengan kesal
“ada bu, serebong ya serebong.!” Kata si pembeli teguh pada pendiriannya
“aduh pak, terserah bapak deh, coba bapak cari sendiri saja disini kalu ada.?” Perintah si penjual
Si pembeli itu segera mencari barang yang bernama serebong itu, lalu dia menunjuk dan mengambil sebungkus jajan seribu (arum manis)
“ini dia bu, sudah saya bilang, kalau disini jualan serebong.!” Kata si pembeli sambil menyerahkan selembar uang Rp.100.
“aduh pak, itu namanya seribu, bukan serebong,!’ kata si penjual
“bukan, ini namanya serebong, serebong ya serebong,” kata si pembeli marah
“huahahaha, seribu kok di sebut serebong, huahaha, serebong, serebong, apa itu.!” Kata yusuf nyeletuk sambil tertawa terbahak bahak.
Seketika si pembeli tadi langsung melongok kearah kami sambil marah marah lalu mengejar kami sambil membawa sebutir batu, kami pun lari sekencang mungkin, sedangkan si yusuf, malah mengejeknya sambil bilang “serebong, serebong, serebong” muka orang itu pun memerah seperti hendak meledak, sambil terus ngomel sambil mengejar kami, akhirnya di depan kami ada sebuah gang kecil, lalu kamipun bersembunyi di situ, si serebong yang mengejar kami pun kelelahan dan pergi.
******
Senja diufuk telah memerah memenuhi angkasa, beberapa ekore kelelawar mulai keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Terdengar suara adzan magrib mengiringi terbenamnya matahari.
Kami pun shalat berjamaah di surau sebelah pabrik perkebunan. Setelah shalat magrib, anak anak segera keluar rumah untuk bermain kelereng, petak umpet, sudamanda dan kejar kejaran. Setelah sekitar jam 8 malam, anak anak itupun kembali ke rumah masing masing untuk belajar, begitu juga aku, aku segera pulang kerumah, dan belajar pelajaran untuk besok, walaupun dengan penerangan ublik, aku tetap belajar, dan kadang kaki terasa gatal saat seekor nyamuk menghisap darah kakiku., tapi aku tetap belajar.
******
Kokok ayam bersahut sahutan membangunkan kami dari mimpi mimpi kecil yang indah, seperti biasa, aku segera membantu ibu, dan segera berangkat ke sekolah. Yusuf dan Rohmat sudah menungguku untuk berangkat bersama kesekolah. Lalu kami pun berangkat kesekolah. Seperti biasa, setelah mendapatkan ilmu dari guru kami, kami pun pulang, kali ini nopi mengajak kami ke sawah, untuk membantu orang tua nopi yang seorang petani. Aku, yusuf dan Rohmat hanya bingung saja, saat mendengar kata sawah, kami bertiga terus berkhayal tentang sawah, maklum, kami belum pernah kesawah, karena di perkebunan kami tidak pernah ada yang namanya sawah.
“hey, lihat itu sawahnya sudah kelihatan.!” Kata nopi menunjuk arah pohon pohon bambu.
“oalah, jadi sawah itu adalah tempat mananam bambu ya.?” Tanyaku penasaran
“bukan lah, yang ku maksud bukan tanaman bambu, tapi rumpun padi yang ada di balik pohon bambu itu.!” Jelas nopi
“o,,, itu,,! Wah ternyata sawah itu seperti ini ya,! Eh, tapi padi itu apa.?” Tanya ku, yusuf dan rohmat bersamaan.
“padi itu tanaman penghasil beras..! ah, kalian ini orang Indonesia, tapi dengan makanan pokok sendiri saja kok gak tahu.sih.!” kata nopi
“jiah, maklum sajalah nop, di desa kami itu adanya Cuma kopi, karet, dan coklat.!” Kata rohmat
“iya, betul,, kami kan baru pertama kali ini kesawah, jadi kami belum pernah melihat pohon beras.! hehehe…!” kata yusuf
“eh, apa itu,? Eh, sapi hitam, eh, lihat, ada sapi hitam, aneh ya, baru pertama kali ini aku melihat sapi hitam yang aneh.!” Kataku menunjuk binatang berwara hitam
“itu bukan sapi, itu kerbau, kerbau berguna untuk membajak sawah,! Apa di perkebunan juga tidak ada kerbau.?”tanya nopi
“tidak ada, kami baru pertama kali ini melihat sapi hitam, eh, maksudku kerbau, juga, pohon beras.” Kataku
“ow, ya sudah,! Eh, itu ayah dan ibuku, ayo tolong bantu aku menanam padi.!” Ajak nopi
“ayo, aku juga ingin memegang pohon beras..!” kata ku, yusuf, dan rohmat serempak.

Setelah selesai membantu orang tua nopi, kami pun hendak pulang. Saat melewati pasar, tiba tiba kami dihadang si serebong,! Kali ini kami terkejut karena si serebong tiba tiba berada di depan kami, kami pun mengambil jalan pintas dan lari terbirit birit, terdengar si serebong berteriak keras, “dasar orang perkebunan gak punya kalender” kami kaget, kenapa si serebong bisa tahu kalau kami orang perkebunan,. Tapi kami malah tertawa cekikian sambil terus berlari.


NIRA PRAKASITA 
X.1/24

catatan: ini adalah cerita masa kecil bapak saya 

No comments:

Post a Comment

Pembaca yang baik selalu meninggalkan komentar. Terimakasih atas saran dan kritik anda.