Sunday, August 11, 2013

Pagar Makan Tanaman

-Pagar Makan Tanaman-
Nira Prakasita, 2009.


Di kalangan pecinta bunga, anthurium adalah raja dari seribu bunga. Para pecinta bunga rela merogoh dompet untuk mendapatkan bunga itu, bahkan Pak Wirya seorang petani dari desa pun sampai rela menjual sepeda motor kesayangannya.
Akhirnya, dengan uang hasil penjualan sepeda motor itu, didapatlah bunga anthurium itu. Betapa bangganya Pak Wirya, karena di desanya hanya dia yang mempunyai bunga itu.

“Lihat bunga ini!, bunga ini bila dijual sangatlah mahal.” kata Pak Wirya pada Habib.
“Wah, bagus sekali!, bila aku memilikinya pasti aku bisa cepat kaya.” kata Habib dalam hati.
“Gimana?, bagus tidak?” tanya Pak Wirya.
“E…e…bagus sekali pak!” jawab Habib.
Pak Wirya sangat senang dengan jawaban itu. Setiap hari Pak Wirya selalu menyirami anthurium itu, apalagi setiap pagi Pak Wirya tidak pernah lupa memandangi bunga itu. Keesokan harinya kesedihan pun datang mendatanginya, bunga yang dia bangga-banggakan hilang tak berbekas, yang dia lihat hanyalah pot kosong yang di sampingnya banyak tercecer pasir arang. Siang dan malam Pak Wirya bersedih, makan dan minum tak dihiraukannya, dan Pak Wirya pun jatuh sakit. Dalam tidurnya dia selalu mengigau, semua orang yang melihatnya pasti tak tega.
“Anthuriumku!, tidak…!jangan…!” kata Pak Wirya terjaga dari tidurnya, setelah sadar dia pun menangis.
“Sudahlah pak, itu cuma bunga, pasrah saja. Saya doakan supaya orang yang mencuri itu mendapat ganjaran yang setimpal. Nanti kan bapak bisa beli lagi.” kata Habib pura-pura prihatin.
“Tapi, itu satu-satunya tanaman kesayanganku, bahkan aku rela menjual sepeda motorku, karena aku sangat senang. Buat makan sehari-hari saja susah, apalagi buat beli anthurium lagi, dapat uang dari mana? Tapi, aku hanya  seorang petani miskin.” kata Pak Wirya kembali merenungi nasibnya.
“Saya tahu pak, tapi tidak baik terus hidup dalam kesedihan.” kata Habib menasehati.
“Kamu memang baik hati, kamu bisa mengerti aku, walaupun kamu bukan anakku.” kata Pak Wirya.
Berita hilangnya bunga anthurium Pak Wirya sampai ke seluruh desa-desa tetangga. Walaupun Pak Wirya mencoba untuk menutupi kesedihannya, tapi dalam hatinya dia masih bersedih apalagi sebelum Pak Wirya kehilangan anthuriumnya, Pak Wirya telah ditinggal almarhum ibunya. Tetangganya yang melihat kesedihannya merasa iba, maka mereka memutuskan untuk membantu Pak Wirya. Ketika Pak Wirya sedang merenungi nasibnya, dia dikagetkan oleh Pak Mad yang sedang menghampirinya.
“Selamat siang pak, bagaimana kabarnya?” tanya Pak Mad.
“Baik-baik saja kok pak, tumben bapak kesini, memang ada apa pak?” kata Pak Wirya.
“Begini pak, tujuan saya kesini begini, saya dan warga ingin membantu bapak mencari pelaku pencurian anthurium bapak. Kami merasa ikut bersedih. Gimana pak?” kata Pak Mad.
“Tidak usah repot-repot, terima kasih sebelumnya kalau bapak mau membantu saya, tapi saya juga tidak mau merepotkan semua orang.” kata Pak Wirya.
“Sudahlah pak, kami ikhlas kok. Kami hanya ingin membantu, apalagi dengan sesama manusia kita harus saling tolong-menolong.” terang Pak Mad.
“Baiklah pak, saya akan menerima bantuan itu.” kata Pak Wirya
“Tapi, saya harus tahu dulu tempat kejadiannya.” kata Pak Mad.
“O…, mari silahkan!, ini tempatnya, maaf, tempatnya sangat kotor, saya memang sengaja tidak membersihkanya, karena ini adalah petunjuk pertama.” kata Pak Wirya menjelaskan.
“Baiklah sekarang saya tahu apa yang harus dilakukan, nanti saya akan mengajak tetangga-tetangga sebelah untuk memecahkan masalah ini.” kata Pak Mad.
Setelah itu, Pak Mad pun pulang, dan sorenya Pak Mad datang bersama warga sekitar, Habib pun juga ikut. Sebenarnya Habib seorang yatim piatu yang kadang-kadang membantu Pak Wirya di sawah, Pak Wirya memberikan kepercayaan penuh pada Habib.
“Baiklah, sebelum kita bertindak, sebaiknya kita berdoa dahulu, berdoa mulai!” kata Pak Mad.
Setelah berdoa Pak Mad pun berfikir, apa yang harus dilakukan.
“Begini, langkah pertama yang harus kita lakukan sekarang adalah, kita harus menelusuri. pasir tercecer yang berasal daripot kosong ini. Kemungkinan besar, pencuri itu lewat sawah belakang rumah, buktinya pasir yang tercecer itu menuju ke belakang rumah.” kata Pak Mad.
Dan warga pun mengikuti perintah Pak Mad. Tapi, Habib bertingkah aneh, setiap kali ada pasir tercecer ada didepannya, dia selalu memungutnya dan ia masukkan ke dalam sakunya. Warga yang heran melihat tingkahnya pun akhirnya bertanya.
“Saya dari tadi heran dengan tingkahmu, kenapa setiap kali ada pasir yang tercecer, selalu kamu pungut?” tanya salah seorang warga.
“Kan sayang kalau tidak diambil, lagi pula tidak ada yang melarangkan?” kata Habib.
“Sudah-sudah!, masalah kecil tidak usah di besar-besarkan, tujuan kita kan untuk membantu Pak Wirya.” kata Pak Mad.
Kemudian semuapun melanjutkan misinya, dan tanpa diduga, pasir yang tercecer itu berakhir didepan rumah Habib, semua orang pun heran tak percaya. Warga tanpa banyak bicara langsung menghajar Habib habis-habisan, dan segera menyeret paksa Habib menuju balai desa. Salah seorang warga segera menghubungi kantor polisi terdekat, sambil menunggu polisi datang, salah satu warga memberi pertanyaan pada Habib.
“Kenapa kamu mencuri bunga anthurium Pak Wirya?, bukankah Pak Wirya sangat baik padamu?, uang hasil curiannya kamu buat beli apa?” tanya seorang warga.
“Bu…buat beli keris.” Jawab Habib terbata-bata.
“Apa?, buat beli keris?, untuk apa keris itu.” Tanya warga lagi.
“Buat ca…cari cewek.” Jawab Habib.
Warga yang mendengar jawaban itu sangat heran dan ingin tertawa. Jawaban itu sangatlah aneh bagi warga, apalagi saat dia digelandang masuk ke mobil Patroli, dia masih sempat melambaikan tangan sambil tersenyum tanpa rasa bersalah. Disamping itu Pak Wirya sangat bersedih dan kecewa, ternyata orang yang dia beri kepercayaan penuh malah menghianatinya. Bisa juga disebut “PAGAR MAKAN TANAMAN”. Para warga hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Pak Mad menasehati Pak Wirya agar Pak Wirya bisa tabah dan sabar mengatasi cobaan ini.


Nama : NIRA PRAKASITA  
Kelas  : 9D/25

Catatan: Ini berdasarkan kisah nyata yang dialami om saya. 

No comments:

Post a Comment

Pembaca yang baik selalu meninggalkan komentar. Terimakasih atas saran dan kritik anda.